SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Selasa, 12 Oktober 2010

Seseorang dan Kerja Keras Untuk Menjadi Penyair

Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka kerja keras adalah upaya untuk meraih kesuksesan. Ya, kerja keras. Untuk menjadi penyair seseorang harus menulis puisi dengan baik. Sedangkan puisi yang baik dihasilkan dari ketekunan, yang tentu saja butuh kerja keras. Menjadi penyair, segalanya menjadi tiada. Ia harus melihat segala sesuatunya tiada berbeda. Ia harus memandang semuanya sama. Jika tidak, apa yang ia tuliskan tidak akan mengena ke hati pembaca. Ia harus memahami tulisannya dalam pandangan yang sama itu. Yang universalis itu. Puisi menjadi universal, jika ia dituliskan dalam bahasa yang universal. Bagaimana bahasa yang universal itu?


Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras untuk mencari tahu bahasa yang universal itu. Untuk mengetahui bahasa yang universal itu, ia harus menjadi universal. Bagaimana seseorang tahu yang universal jika ia tidak universal? Bagaimana seseorang tahu bahwa ia universal sedangkan ia universal?


Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras untuk mencari tahu apakah ia seseorang yang universal atau bukan. Maka ia membanding-bandingkan bahasanya dengan bahasa seseorang yang ia anggap universal itu. Ia membaca karyanya berulang-ulang. Ia tafsirkan maksud karyanya. Setelah ia dapatkan tafsir yang tepat, ia pun berlindung dari tafsir itu dan mencari tahu apakah tafsir yang ia berikan itu tepat-universal atau tidak.


Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras untuk mencari tahu apakah tafsirnya tepat-universal atau belum tepat. Ia pun melakukan analisis kasus secara universal. Ia meyusun suatu latar belakang masalah secara universal. Kemudian ia merumuskannya secara universal pula. Tujuan-tujuan yang universal. Diteruskan dengan membuat batasan yang universal.


Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras untuk melanjutkan hasil dari analisis kasusnya, rumusannya, tujuannya, dan batasannya – yang kesemuanya universal – itu. Ia harus membuka wawasannya terhadap karya yang universal itu. Mencatatnya. Mensintesiskan setiap catatan wawasannya ke dalam bahasa yang universal. Ia mulai tidak yakin. Tetapi ia teruskan. Ia menambahkan kata-katanya sendiri dari catatan-catatan universalnya. Ia menambahkan catatan kaki (jika menjadi keharusan).


Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras kembali menjawab apakah yang ia tuliskan, ia bahasakan ke dalam bahasa yang universal. Jika menjadi penyair adalah pekerjaan, maka seseorang harus bekerja keras untuk menunda kekalahan.

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.