aku tetap memilih kesedihan, kelopak mawar pelan-pelan mengkisut, layu dalam kalbu. mengatakan, ya, untuk yang tak pernah mungkin.
kita jalani saja, dan tetap memilih kesedihan sebagai ujung tombak keberadaan. bertahan, berpaling dari mengemisi hari yang terus saja terik, serta mulai bersikap dingin terhadap kehidupan. "peradaban," katamu, "yang tetap menghindar."
kita kehilangan, suara-suara kian basi. lelaki datang untuk tak pernah kembali. dan perasaanku; toilet semakin miring ke kiri. kenyamanan lenyap dalam target. tekanan menyusut sampai ke ulu hati. seperti mawar; mekar, lalu abai pesona. indah; lalu abai menatap.
dan kita; yang kecil ini, diatur untuk bicara. diarahkan, mewacana kemana-mana. sebab yang hilang, katamu, yang berterus terang.
maka, kita sependapat, untuk memelihara kesedihan, menyiapkannya berkesudahan, dan bangkit. melangkah seperti biasa. bersikap, seperti tak pernah mengerti. diam, seperti bicara, yang tak memberikan apa-apa. kecuali hanya lubang, lubang baru, menutup perlahan karena hujan, dan berangsur-angsur dijaga untuk tak pernah diungkapkan. dijaga pulih oleh kesedihan.