SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Sabtu, 26 Maret 2016

Makan, dan Ngopi Lagi

Aku pergi lagi,
dari rumah yang atapnya
merobek dirinya sendiri

duduk, dan makan di pinggiran kota
yang kita cintai ini,
ngopi

(sepertinya,
segalanya tidak menimbulkan pertikaian
melainkan udara dingin)

melainkan orang-orang itu,
masuk,
dan keluar atm

yang memang semuanya wajar saja

kecuali yang terlalu lama
merubah rencana dan neraca

maka aku kembali sadar
anak-anak di belakangku berisik
meributkan ciki apa yang ingin dibeli

kemudian senyam-senyum
permisi lewat di hadapanku

seorang anak mendorong kepala temannya
anak yang didorong, menganggapnya
biasa saja
aku dan puisi, menganggapnya jeda saja
menyapa senyum mereka

ah, kebersahajaan, aku menyeruput kopi lagi

Bukankah segalanya telah lari dari diri kita?

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.