Aku pergi lagi,
dari rumah yang atapnya
merobek dirinya sendiri
duduk, dan makan di pinggiran
kota
yang kita cintai ini,
ngopi
(sepertinya,
segalanya tidak menimbulkan
pertikaian
melainkan udara dingin)
melainkan orang-orang itu,
masuk,
dan keluar atm
yang memang semuanya wajar
saja
kecuali yang terlalu lama
merubah rencana dan neraca
maka aku kembali sadar
anak-anak di belakangku
berisik
meributkan ciki apa yang
ingin dibeli
kemudian senyam-senyum
permisi lewat di hadapanku
seorang anak mendorong kepala
temannya
anak yang didorong,
menganggapnya
biasa saja
aku dan puisi, menganggapnya
jeda saja
menyapa senyum mereka
ah, kebersahajaan, aku
menyeruput kopi lagi
Bukankah segalanya telah lari
dari diri kita?