SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Kamis, 19 September 2019

Nyak Mak Haga Cawa

Nyak mak haga cawa
Kidang cawa ngeni saya menapi
Nyak mak haga tegi di kilu
Kidang kilu repa hani

Nyak mak haga cawa
Kidang cawa undam kelapa
Nyak mulang,
senangun niram tiram

Nyak mak haga cawa
Kidang cawa ngeni saya palai
ya culuk, ya cukut
ya pinggang sai sakik
beni ga mejong, beni ga ngejonjong

Nyak mak haga
kidang cawa
induh sai lain-lain


Sabtu, 26 Maret 2016

Mengenai yang Kita Sembunyikan

Kita telah memutuskan
pergi turun ke pantai
menjejaki lagi kaki
pada lempung pasir besi

lalu saraf otakku kembali berkontraksi
menyadari lagi
tidak semestinya lelaki sepertiku
menolak ombak yang datang tiba-tiba
karena barang kali, akan kembali sedia kala
menghapus jejak kita selamanya
tanpa permisi
tanpa meminta

tanpa menunggu.

Mengenai yang Kita Simpan, 2

mari kita berteman. Kita samakan kembali
makna dari kata-kata kita. Kata-kata yang telah
menumbuhkan kembali kecemburuan, dan
cinta yang buta. Kebutaan permanen.
sehingga, apa yang harus aku katakan, menjadi
tidak ingin dikatakan. Aku takut.
apa yang kita gambarkan, hanyalah masa lalu.

yaitu, sapi yang tidak lagi bermuka sapi.

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.