SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Senin, 12 Juli 2010

Berjalan di Atas Sandal

bagaimana kabarmu, saudara? Hari yang menyenangkan, bukan? Kali ini mungkin
aku tak terburu-buru mengentri data ini. Kehidupan yang sejenak menantang
Abad Berlari; palu yang mulai tumbuh rambut. Tuan harap gersang, hanya dengan
itu aku mampu bersarang.
Dan kembali gagal menggoda anak cucu Gunawan. Siapa
itu yang punya celana? Ya, itu, si Joko; kasus pembunuhan pertama – vonis yang tak
pernah tegas. Seperti titik yang tak pernah tuntas. Nah, aku nitik lagi. “Tuan-tuan
yang terhormat, aku kembali lagi mendarat. Sungguh, aku sangat takut turbulensi;
tiba-tiba moncong sandal oleng, kemudian sayap, lalu diikuti sentak pinggang. Udara
makin buruk saja.” Kabarku baik. Sekarang jam sebelas. Jam sekarat. Tapi kau pantas
untuk mendapatkan dataku secara lambat. Tiba-tiba saja aku membayangkan kau
orgasmaya dan melahirkan sejuta kb sperma; handuk tak ada di layar; kau terjun lalu
memformatnya ke dalam html. Tetapi html tak punya serat. Licin. Maka tersungkur
ke dalam ignore atau not responding. Refresh. Ah, aku aut membayangkanmu.
sejurus aku hentakkan sandal kiriku; penerbangan yang agak berbeda. Bergerak
melewati selangkangan; selangkangan menyapa, “awas kau toel antena. Komunikasi
kita terputus.” Kau akan berangkat dengan keseimbangan yang berat. Sungguh
gravitasi menjadi musuh yang amat sayat. Semoga tuhan memberkatiku. Sejengkal
di atas ketinggian dunia. Tuhan, seharusnya kau membuat dunia ini dengan gerakan
lambat.
Oh, maaf, seharusnya aku tidak bicara dengan tuhan saat ini. Ada kamu yang
sedang membacaku. Baiklah, aku ganti kata-katanya. Pembaca, seharusnya kau
membaca ini dengan gerakan lambat.
Kau akan tahu data yang seharusnya tak perlu
kukabarkan padamu. 42 nomor sandalku. Terbang dari jejak ke jejak. 5000 rupiah
harganya. Tanpa penawaran. Kau dapat membelinya dengan enter.

oky sanjaya

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.