di hadapan cermin
cembung itu, kata-kata kembali bertukar sisi.
menyulitkanku membaca
kembali apa yang kau maknai sebagai
peringatan.
Sedangkan hari, memang tampak terburu-buru.
hujan
menjadi deras seketika. Aku dan kau, yang tak memilih
berteduh,
seperti bertarung menghadapi air. Kita kalah. Sekujur
badan
basah. Telapak tangan mengkerut.
– kalau jadinya
begitu,” katamu kecut, “kapan air akan surut?”.
Aku
berhenti di rumahmu. Menatapmu mendatangi pintu
gerbang,
mengusir sampah dari rumahmu. Kau
membungkusnya
rapat-rapat, dan memastikan, tetangga tak
melihat.