SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Kamis, 24 Juni 2010

Bandung Lamban

lambanku, lamban banjakh batin
lamban tuha, sai nutuk sai tetuha

lambanku, lamban banjakh maghga
sai siaga, bupenah nutukan cawa
tuha di ucuk landi
nyakhung di ucuk janji

lambanku, lamban kita khua, Yuliya
lamban awal bulabuh;
mak kekhajja, mak mingan unduh
lamban kita khua, Yuliya;
genok pai api sai kita puh

lamban kita, lamban long khik abang
lamban tutuk adok
lamban guway kanah di kuti khompok
lain hak lelijungan; lain hak bulipang kakan

lambanmu, kahut, piyu sappai mit cukut
handap jak dunia maut, mehaccing di basoh teling.

di tetihang kelubang, wat pokok penyambung lamban
bulan kebilang bulan, mak asal nyikak awi
mak kukuh kanah tisani khesi


lambanku, lamban di kita hippun, puakhi
di setiap tayuh, wat selipok lambang sari
di kepitu khani, wat setundun-tundun putti

“api guwaymu, jong?”

di tukku, ngatukh hengasni apuy.
di kudan lamban, ngatukh kakanni jawan.

“hinji kidah, uppu, nyani lubang tatengah cucukh.”

“nangon hinno guwayni babbai tuha.”

“nangon makung keculuk-an sawwa. Induh ki ngelubang hawa.”

“ki hinno khadu ngekhatti sikam kajong, mingan mak ti taway lagi.”

“acak kidah mak ngebambang lagi?”

di tiwatni cucukh, putukni cawa.
senangun metokh, wuy, gula kelapa.
senangun taboh, wuy, di uccuk ni ma.

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.