SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Kamis, 24 Juni 2010

FRAGMAN PEMBUNUHAN BALITA

kita sedang tidak ingin menitipkan sesuatu, kepadamu. Tapi
berjalan seperti biasa. Seperti tidak ada sisa. Aku percaya,
kau akan mengerti, aku telah menunggu sejak tadi.

maka berangkatlah lelaki itu ke arah utara memasuki lorong-lorong
sempit dan bau parit. Rumah yang juga berderet sempit. Seperti
tempat muara penyakit.

yang menggenang di sana adalah udara, pertanda kau telah tiba.

seketika ditancapkannya masker pelindung hidung, menyemprotkan
semacam asap ke setiap pintu-pintu warga. Menilik dan berbalik
jika pertanda di serang dari belakang. Dan tak disangka pada ke
sekian menilik dan berbalik dijumpainya balita, mengeluarkan
air mata, dan pingsan setelah memandangnya. Sejenak. Lelaki itu
terpana.

“apakah yang aku lakukan tadi termasuk berjaga-jaga,” katanya

ia pun mendadak alpa pada tugas yang diberikan kepadanya.

digendongnya balita sebelum akhirnya tutup usia.

Oky Sanjaya

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.