SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Kamis, 24 Juni 2010

TIGA VARIABEL YANG TAK TERPISAHKAN

(Jarak, Waktu, dan Kecepatan)

Apa yang terjadi jika anda tidak berjarak denganku? Kita dempet, tentunya. Aku tidak perlu menemuimu. Aku tidak perlu capek, basah kuyup, mutung, haus, kusam, ancur, atau apalah …. Toh, kau, tak berjarak denganku. Tapi kenyataannya kau berjarak denganku. Mungkin pada saat kau membaca blog ini kau berada 100 meter, 1000 meter, atau 10.000 meter dari posisiku. Bisa juga, kau bersebelahan denganku, dari sebuah warung internet (warnet). Dan kita tidak saling tahu. Katanya, “ internet membuat kita tahu jarak dalam kilo byte saja.” Dunia ini bagaikan kertas yang dilipat-lipat. Dulu, kita sering mendengar kata ini: “dunia ini tak selebar daun kelor.” “ke ujung dunia akan kucari.” “Tuntutlah ilmu ke negeri cina.” Dulu sekali, kita menganggap seseorang yang jantan adalah orang yang telah pergi begitu jauh. “Tiada jarak di antara kita.” Kata seseorang.

Toh kenyataannya kita berjarak. Mungkin pada saat kau sedang membaca blogku ini aku sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 20 km/jam – “woy lambat amat!” “sabar dulu, baru masukkan gigi satu. Jangan gara-gara prasangka, gigi kita malah ilang satu.” Mungkin aku sedang selamat dari kemacetan lalulintas di Bandarlampung sehingga leluasa aku menancap gas sampai 80 km/jam. Mungkin saja, ketika kau membaca blogku, aku sudah berada dalam penjara, tiga jam dari sign out
blogku.

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.