SELAMAT DATANG DI MEJA HIDANGAN OKY SANJAYA

“Kau tentu tahu, di surga, tuhan tidak pernah menginginkan kelahiran.”

...

ia kembali tidak menyapu mukanya, seperti tidak pernah

menutup doanya.

sebelum tidur.

Samping Rumah

Samping Rumah

Kamis, 24 Juni 2010

“Surga “ setelah mempertahankan tanda-tanda dan sedikit tentangku; untukku

527
“Surga” setelah mempertahankan tanda-tanda dan sedikit tentangku;
untukku dan sedikit tentangku;
Kapan-kapan, aku berfikir bahwa tengah hari
Kecuali sebuah simbol disuatu tempat dan sedikit tentangku;
Dan saat kembali, ke Fajar,

Melihat sebuah kekuatan bergegas dari bulat dunia
Dan berhinggapan di perbukitan dan sedikit tentangku;
An Awe jika itu semestinya disukai bahwa
Berlangsungnya kebodohan perampasan dan sedikit tentangku;

Kebun buah, ketika matahari berada di atas dan sedikit tentangku;
Kemenangan burung-burung
Ketika mereka bersama-sama membuat kemenangan dan sedikit tentangku;
Sejumlah awan beriringan dan sedikit tentangku;

Kegembiraan dari selesainya sebuah hari dan sedikit tentangku;
Sedang kembali ke Barat dan sedikit tentangku;
Semua ini dan sedikit tentangku; mengingatkan kita pada suatu tempat
Lelaki itu menamakan “Firdaus” dan sedikit tentangku;

Diri mengadili dan sedikit tentangku; kita mengira dan sedikit tentangku;
Tetapi bagaimana kita pribadi, akankah
Menghiasi, untuk seorang pengasih dan sedikit tentangku;
Belum tentu, mata kita dapat melihat dan sedikit tentangku;

Emily Dickinson (terjemahan bebas Oky Sanjaya)

Laman

Pembunuh Sandal

Aku:

1.
Pertama kali aku bertemu dengannya ketika usiaku genap 20 tahun. Masa di mana aku menyelesaikan pubertas yang rumit. Beberapa kali, di beberapa bagian kulit tubuhku, dingin dan gemetar, entah berasal dari mana. Kadang kala, aku memilih duduk di pojok layaknya orang yang ketakutan. “Kakiku telah ditelanjangi.”. Gigi-gigiku entah mengapa saling adu. Dan aku menggeleng-geleng gemetar. “Aku tidak membunuhnya. Aku tidak menghukumnya. Aku tiba-tiba saja. Apakah perlakuan yang tiba-tiba saja pantas diberi hukuman?”. Kau tidak tahu perasaanku saat itu – berjalan telanjang, membawa dia ke dalam ranjang tepat saat aku mencoba tidur. Tetapi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Diam-diam mataku membelalak, mengukur kemungkinan panjang, lebar, dan tinggi kamar. Air mataku keluar. Dua tanganku meraba lantai. Kali ini benar aku telah merasa kehilangan.

Sandal:

21
Aku, ingin sekali merapihkan meja waktu itu. Mengganti taplaknya, dengan yang lebih tampak hangat. Ingin sekali, aku tancapkan lilin di tengah. Menggeser tumpukan buah. Kita berdua duduk, mulai lagi bicara. Menyederhanakan yang telah lama kita anggap rumit.

"Tadi, ngapain aja di sekolah?"

"Aku ada ujian mendadak."

"Tetapi jantungmu tidak dilatih untuk lemah."

"Ia, aku tahu. Tetapi aku kurang siap."

Waktu itu, ingin sekali, aku sajikan nasi dan hati yang berseri-seri.